Elemental Monker

Di sebuah kota kecil yang tersembunyi di tengah pegunungan, hiduplah seorang tukang kayu bernama Gevarel. Setiap hari, matahari terbit menandai awal rutinitasnya yang berulang. Dengan hati yang penuh dedikasi, ia mengukir berbagai barang dari kayu, menciptakan karya-karya yang tak hanya indah tetapi juga bermakna. Wajahnya yang tegas dan keriput adalah bukti kerasnya pekerjaannya. Namun, di balik kerutan wajahnya, terdapat kerinduan yang dalam untuk sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang lebih dari sekadar ukiran kayu.

Kota kecil ini adalah dunianya yang selama ini dikenalnya. Tidak ada yang istimewa di sini, kecuali kepiawaiannya dalam mengukir. Gevarel tidak pernah berpikir bahwa hidupnya akan berubah begitu mendalam pada suatu hari. Itu adalah hari yang tampak biasa saat ia berada di bengkelnya, kayu-kayu yang masih menanti untuk diubah menjadi karya seni. Tetapi kemudian, semuanya berubah.

Tanpa peringatan, cahaya biru yang mempesona muncul di depannya. Gevarel, yang sedang merasa heran, tiba-tiba terperangkap dalam cahaya tersebut. Semuanya menjadi gelap sejenak, dan ketika Gevarel membuka mata, ia tidak lagi berada di bengkelnya yang akrab. Di sekelilingnya, segala yang ia lihat adalah pemandangan yang tak terduga. Pohon-pohon raksasa dengan dedaunan yang berkilauan dan pepohonan berwarna-warni. Ia melihat istana-istana megah dan makhluk-makhluk ajaib yang berlalu lalang.

Tak lama kemudian, Gevarel menyadari bahwa ia telah tiba di dunia yang sepenuhnya berbeda, dunia yang dipenuhi dengan sihir dan pedang, dunia fantasi yang selama ini hanya ia baca dalam cerita-cerita legenda. Gevarel merasakan denyut jantungnya berdebar kencang. Ini adalah permulaan dari petualangan yang tak terduga, dan ia merasa panggilan tak terhindarkan untuk menjelajahi dunia baru ini.

Saat ia menatap langit biru dengan dua matahari yang bersinar, Gevarel merenung tentang apa yang mungkin menunggunya di dunia ini yang baru. Ia merasakan getaran energi magis di sekitarnya, dan ketidakpastian akan masa depannya menggelayut dalam pikirannya. Dengan hati yang berani, ia meraih pedang yang tiba-tiba muncul di tangannya, menandai awal dari perjalanan epiknya.